Get Again

Dapet C-ukup, aku rapopo!
                Sedikit cerita mengenai pengalaman saya belajar Matematika selama berada di Kampus Ulul Albab di mana tempat saya belajar untuk semester II ini. Matematika saya menganggapnya dulu lebih sulit dibandingkan Fisika,Kimia dan Biologi. Sudah tidak ada gambar-gambarnya malah hanya angka dan garis vertical-horizontal tau-taunya sudah terpampang rumus-rumus yang bermacam-macam. Lain halnya dengan Fisika yang biasanya ada gambar Kelapa jatuh pada bab Energi Potensial, Kimia yang biasanya bergambar telur mentah dengan telur goreng di wajan pada bab Denaturasi Protein dan Biologi yang biasanya bergambar hewan-hewan asing sekaligus aneh pada bab Evolusi. Memang, dulu saya dan teman saya di MA bertanya-tanya di saat pelajaran Matematika, “Bab yang ini gunanya untuk apa? Aplikasinya apa sih?” … . Demikian juga saat ini, selalu saja bertanya-tanya.
            Parahnya Matematika yang saya pelajari selama semester II ini, yaitu mengenai KALKULUS. Kenapa saya bilang parah? Karna Kalkulusnya bukan yang saya pelajari pas MA, buku pegangan saya adalah buku fotokopian tanpa jilid dan perintah dari dosennya ketika materi berlangsung semua buku harus dalam keadaan berjilid. Selain itu, buku tersebut menggunakan bahasa inggris, bahasa yang sangat saya senangi. Tapi berhubung yang berbahasa inggris adalah kalkulus, maka saya hanya melirik angka-angka di setiap lembarnya setiap kali belajar. Hanya memahami kata Conclute, atau if x is same with y in the circle … atau find the equation is continue or no! … dan blab la bla.
            Selama di kelas, sekalipun saya tidak pernah bertanya meskipun memang sadar saya tidak paham. Yang saya lakukan, hanyalah menulis apa yang saya lihat di papan dan apa yang saya dengar di telinga. Untuk memahaminya, saya slalu putuskan untuk bertanya pada teman yang lebih paham secara private saja, meski hanya sekedar paham pada example yang memang di jelaskan ibu dosen. Dan biasanya, setelah kita selesai mencatat keterangan dari sang dosen beliau seketika itu juga menyuruh kita untuk mengerjakan semua soal-soal yang tertera di setiap bab, tidak bergantung pada bab yang sudah dijelaskan atau belum. Nyatanya, saya dan teman-teman saya setiap bertemu hanya saling bertanya-tanya, “Kamu udah apa belum? Ah, aku hanya bisa satu nomer”dan akhirnya memfotokopi jawaban dari kakak tingkat atau teman lain yang sudah selesai mengerjakan. Bagaimana tidak, semua buku tentang kalkulus sudah saya pinjam dari perpustakaan mulai dari yang bersifat ekonomi, akuntansi, dan komputasi sekalipun tetap saja percuma, ujung-ujungnya hanya diletakkan di atas lemari karna tak paham dengan isinya. Yang penting saya sudah melaksanakan apa yang kata dosen sampaikan ; belajar sendiri bukan menunggu penjelasan dosen saja.
            Dan sampailah pada hari dimana saya harus melaksanakan UAS Matematika ini. Usaha untuk mencari jawaban-jawaban dari setiap bab sudah saya lakukan ; memfotocopy sebagaimana semua teman-teman saya lakukan. Tapi catatan tidak saya lupakan. Saya pahami alur dari setiap cara mengerjakan rumus-rumus dan tetap tenang karna uas ini pasti bersifat open book. Kami lebih memilih open book saja, karna memang tidak paham dengan apa yang kita pelajari selama ini. Open book sajaa sudah begitu memusingkan apalagi close book. Ketika hari uas matematika sudah tiba, saya pilih kursi paling depan bukan karna sok tau, tapi agar lebih tenang berperang dengan matematika sendiri. Dan ketika soal sudah berada di depan mata kepala saya sendiri. Hanya ada dua nomor yang saya sedikit tau jawabannya dan dua nomer lainnya sama sekali tidak tau maksudnya apa. Itupun kedua nomer yang saya sedikit tau jawabannya tersebut, jawaban akhirnya tidak benar-benar betul 100% alias antara ada dan tiada.  Untuk 2 nomer yang saya tidak tau maksudnya apa, yaitu terdapat kata sin dan cos, z, x dan y. Saya berusaha mencari di buku panduan saya, bab yang berisi kata cos dan sin, tak taulah itu berkaitan dengan soal yang saya kerjakan atau tidak. Saya tulis setau saya, sin turunannya apa dan cos turunannya apa walaupun saya sadar ini adalah jawaban yang benar-benar menyesatkan. Waktu masih kurang setengah jam, cukup lama untuk mencapai titik terakhir. Alangkah baiknya saya mengoreksi lagi jawaban saya dan mengotak-atik setiap buku lembaran yang saya pegang dari awal mengerjakan. Mengharap siapa tau, ada contoh-contoh beserta jawabannyaa yang hampir mirip dengan soal-soal sehingga saya juga bisa membuat jawaban yang hampir mirip dengan yang ada di buku. Tapi nyatanya, hanya mata melirik kesana kesini tanpa ada satupun jawaban baru yang terbayang di otak. Ah, seandainya saya tidak sungkan, saya sudah setor lembar jawaban saya itu setengah jam lebih yang lalu. Teman-temanpun yang biasanya selesai sebelum menit terakhir, akhirnya juga menyetor lembar jawabannya menit terakhir pula. Kesannya biar “bareng-bareng” gitu’.

            Dua minggu setelah UAS berakhir, yang saya khawatirkan hanyalah nilai Matematika ini. Mengingat jawaban-jawaban yang saya rasa terlihat ngawur. Dan ternyata, kekhawatiran saya berbuah manis. Nilai C sudah terpampang di KHS saya dengan nilai 4. Saya sempat bersyukur beberapa detik, untungnya saya tidak mendapat D atau E, itu yang malah harus mengulang semester selanjutnya. Dan memang, saya tidak pantas mendapat nilai A atau B+  berdasarkan kemampuan saya tersebut. Dan ternyata, banyak dari teman saya baik yang sekelas maupun tidak yang juga mendapat nilai C atau C+.  jadinya … aku rapopo! :D

Komentar