Remember

            Malam itu aku melihat matanya sendu kembali, wajahnya mendung, sekejap tawa dan senyum membentuk pelangi terbalik di bibirnya itu hilang darinya. Setiap ada kabar baik yang didengarnya, maka ketika itu pula dia tidak akan pernah meneteskan air mata lagi. Mungkin hanya harapan yang selalu tertulis dalam hatinya bahwa kejadian itu tidak akan terulang, dan tidak akan pernah lagi. Hari-harinya pun akan selalu dihiasi oleh senyuman, aktivitasnya  akan selalu dilewati dengan candaan. Tapi tidak dengan kala itu.
            Ternyata Tuhan belum menjawab do’anya secara sempurna untuk saat itu, sadarnya. Masih ada jadwal tersisa untuk setiap kesedihan ini, yang dia tidak tau sampai kapan dia akan menjalaninya. Sampai kapan hal itu akan berkecamuk dalam pikirannya, karena otaknya sudah terlalu sumpek serta pikirannya yang semakin kompleks. Do’a kebahagiaan, harapan demi harapan, usaha demi  usaha telah dia lakukan. Siapa yang tidak ingin bahagia, siapa yang tidak ingin ketenangan, siapa yang tidak ingin hidup nyaman.
            Saat ini musim hujan. Apa yang dia lakukan hanya melindunginya dari rasa dingin dan demam yang bisa jadi begitu saja menyerangnya. Tapi mungkin dia memilih dirinya yang merasakan sakit dari pada dia yang lain. Saat hujan turun, awan yang menghitam, dan karpet yang basah karena atap yang sedikit bocor di pojokan dinding depan jendela mungkin dia sedang melamun. Matanya lurus menatap dedaunan basah tapi hati dan pikirannya tertuju pada hal-hal yang begitu membuat hatinya rapuh tapi itu yang sebenarnya membuat dirinya begitu kuat.

            Ingin dia mengetahui kunci jawaban dari ujian hidupnya kala itu. Bukan hasil dari usahanya, tapi mungkin sampai nomor berapa ujiannya saat ini, atau masih ada berapa nomor lagikah? . Hidup terlalu indah dan nyaman untuk dinikmati jika tak ada gundah yang dihadapi. Tapi apa iya, hidup itu terlalu menakutkan untuk dijalani jika tanpa ada rasa kepuasan disetiap ujian yang dihadapi? .

Komentar