Essay : Bersama Ilmuwan Menuju MEA yang Akrab Lingkungan




           

Sebuah potret kerja sama antar Negara ASEAN, mulai  ASEAN Free Trade Asia (AFTA) pada tahun 1992, China-ASEAN Free Trade Asia (CAFTA) pada tahun 2012 hingga Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015 kemarin, mengantarkan Indonesia pada ranah persaingan ekonomi domestik yang lebih berkelas dan sengit. Hal positif yang diharapkan dari perdagangan bebas untuk pembangunan ekonomi Indonesia tersebut adalah, pertama, mendorong pendapatan negara melalui ekspor dan impor. Kedua, membuka industrialisasi baru di kawasan Indonesia yang sempat lesu karena krisis moneter pada tahun 1998. Ketiga, memperluas lapangan kerja professional bagi pemuda-pemuda generasi penerus di Indonesia serta memberikan kesempatan berkarir di ruang lingkup wilayah ASEAN.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam (baik renewable dan non renewable) semua tersedia dan esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Salah satu sumber daya alam yang dimiliki adalah tambang minyak dan gas (MIGAS), yang termasuk dalam golongan sumberdaya non renewable. Sektor migas merupakan salah satu andalan untuk mendapatkan devisa dalam rangka kelangsungan pembangunan negara (Fauzi, 2004).
            Menurut Afadlal, dkk (2011) bahwa Indonesia amat potensial dan jauh lebih besar kapasitas industri menengah, berat, dan manufakturnya dibandingkan Malaysia, namun perkembangannya masih belum tertata rapi.  Sejak perjanjian CAFTA ditandatangani, industri dalam negeri Indonesia rentan terhadap pemberlakuan CAFTA karena Indonesia tidak melakukan persiapan untuk bisa bersaing. Demikian juga dengan kebijakan pemerintah, kurang memberikan dukungan kepada industri dalam negeri untuk bisa siap bersaing di era perdagangan CAFTA.
            Berdasarkan fakta yang ada, harus diakui bahwa banyak indutri nasional yang belum kompetitif. Di samping kualitas produknya belum memadai, harganya juga lebih mahal atau produk yang ada masih belum bersifat hilir. Seharusnya, Indonesia jangan mudah puas dengan hanya menjual bahan mentah. Seperti kayu dijual gelondongan atau kelapa sawit dijual mentah (CPO). Padahal pendapatan yang tinggi berasal dari proses nilai tambah, dengan artian diolah menajdi padat karya.
            Menilik dari badai perdagangan bebas yang dialami di Indonesia di atas, dalam naungan MEA kini tentunya Indonesia harus lebih mampu meningkatkan kualitasnya dari berbagai sektor yang ada. Sehingga Indonesia mampu bermain di panggung MEA dengan memberikan konstribusi yang besar dan kompetitif, bukan hanya menjadi pengamat dan menjadi sasaran empuk bagi negara luar untuk dimanfaatkan sumber daya alamnya. Bukan hanya menjadi pekerja tapi juga menciptakan lapangan pekerjaan.
            Untuk mampu bermain di panggung MEA, akan ada banyak usaha dari berbagai sektor seperti halnya industri dan energi yang dimanfaatkan sumber daya alamnya sehingga dapat bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya. Tidak menutup kemungkinan eksploitasi yang dilakukan besar-besaran akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sendiri. Pencemaran lingkungan, udara, darat maupun air sebagai sistem dari kehidupan Indonesia itu sendiri akan dapat terancam kelestariannya.
            Data Badan Pusat Statistik pada 9 Februari 2015 menunjukkan banyaknya tingkat pencemaran udara dan air di berbagai provinsi. Pencemaran udara di wilayah Jawa Timur adalah tertinggi sebanyak 1.589 desa, sedangkan pencemaran air terbanyak adalah Jawa Barat, yaitu 1.131 desa. Berbeda halnya dengan di Jakarta sekitar 5 tahun yang lalu, Komisi Penghapusan Bensin (KPBB) memastikan, terjadi lonjakan cukup drastis tingkat pencemaran udara Jakarta 2011 dibandingkan 2010. Ketua Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal, Ahmad Syafrudin, di Jakarta mengatakan penyumbang terbanyak pencemaran udara di Jakarta adalah dari kendaraan bermotor.
            Pencemaran lingkungan tersebut dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan masyarakat. Seperti penyakit, kondisi lingkungan yang kurang bersih dan bencana alam. Namun nasib kelestarian lingkungan tersebut terkadang terpinggirkan demi memenangkan kompetisi. Oleh karena itu ke depannya penting digerakkan suatu upaya untuk tetap melestarikan lingkungan, baik individu, komunal, industri, dan lainnya.
           
Memahami Ilmuwan
            Indonesia telah banyak melahirkan orang-orang yang berpendidikan. Baik di bidang akademisi maupun teknisi. Tentunya, orang-orang yang berpengetahuan sesuai kebidangannya tersebut sangat diharapkan konstribusinya demi eksistensi Indonesia di ranah MEA.
            Menurut Webster Dictionary , Ilmuwan adalah seorang yang terlibat dalam kegiatan sistematis untuk memperoleh pengetahuan (ilmu). Istilah ilmuwan dipakai untuk menyebut aktifitas seseorang untuk menggali permasalahan ilmuwan secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan dalam bentuk ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan juga untuk berbagi hasil penyelidikan tersebut kepada masyarakat awam, karena mereka merasa bahwa tanggung jawab itu ada di pundaknya.
            Demi menjaga kelestarian lingkungan, seorang ilmuwan dianggap mampu menciptakan hal yang solutif dan produktif. Ilmuwan tidak hanya digambarkan dengan seorang penemu. Masyarakat luas dan pemerintah juga bisa menjadi ilmuwan, yaitu ilmuwan sosial. Jika ilmuwan adalah seorang aktivis untuk menggali permasalahan secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan dalam bentuk ilmiah sebagai hasil kerja kepada dunia dan juga hasil penyelidikan, itu karena mereka merasa bahwa tanggung jawab itu ada di pundaknya. Maka masyarakat luas selaku ilmuwan sosial setidaknya juga mempunyai rasa tanggung jawab serupa dalam melestarikan lingkungan. Dari aksi kecil mulai dari budaya hijau perumahan, adalah konstribusi besar dalam melestarikan lingkungan.
           
MEA dan Lingkungan
            Sebelum ditetapkannya MEA pada akhir tahun 2015 kemarin, peningkatan kualitas sektor ekonomi telah kerap diperjuangkan. Sejalan dengan hal tersebut, telah banyak kerusakan lingkungan yang secara signifikan dirasakan oleh bangsa Indonesia. Efek pemanasan global atau karena bencana alam itu sendiri.
            Sektor industri dianggap menjadi salah satu penyumbang terbesar bencana lingkungan ini. Polusi yang ditimbulkan dari aktivitas industri menyebabkan emisi karbon yang dilepaskan ke udara sangatlah tinggi. Alam tidak dapat menyerap emisi karbon yang dikeluarkan oleh industri. Hal ini, antara lain disebabkan karena alam sendiri terganggu keseimbangannya karena mengalami kerusakan lingkungan. Adanya MEA menuntut industri dan sektor ekonomi harus terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat. Implikasinya adalah pengambilan alam sebagai bahan baku dasar secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan manusia.
            Ilmuwan dalam ranah lingkungan harus ikut andil dalam menyelaraskan fenomena ini. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah ,
1.      Pembangunan berbasis Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Konvensi perubahan iklim belum menghasilkan kesepakatan yang jelas terkait upaya pengurangan emisi karbon akibat dari aktivitas industri di negara maju. Padahal penyumbang emisi karbon terbesar berasal dari negara maju dan negara industri besar. Sebuah harian China melaporkan bahwa setiap pagi kota Beijing dan beberapa kota industri di China selalu tertutup kabut yang mana kabut tersebut ternyata berasal dari aktivitas industri.
Berkenaan dengan industri , adalah wajib dilakukan pembuatan AMDAL atau Analisis Dampak Lingkungan. Merupakan suatu kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan (PP No.27 tahun 1999).
            Pembangunan-pembangunan dalam naungan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada hakekatnya adalah kegiatan memanfaatkan sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan. Apabila sumberdaya yang dimanfaatkan ini berupa sumberdaya alam, maka akan berakibat perubahan sifat dan harkatnya. Tetapi bila pemanfaatan sumberdaya alam dilaksanakan secara besar-besaran, maka akan terjadi perubahan ekosistem yang mendasar. 
            Sebelum dibolehkannya suatu pembangunan tersebut, para ahli analis seperti dalam bidang biologi dan kimia, dapat membantu melakukan studi lingkungan dengan parameter yang ada. Komponen fisik kimia, seperti iklim, kualitas udara, intensitas radiasi matahari, data yang tersedia dari stasiun meteorologi dan geofisika, dan pola iklim mikro penyebaran bahan pencemar secara umum. Komponen Biologi dilihat dari peta zona biogeoklimati dari vegetasi ekosistem flora, kelimpahan fauna, peranan dan potensinya sebagai bahan makanan atau hama di daerah tersebut.
            AMDAL ini harus disosialisasikan secara tegas dan menyeluruh kepada masyarakat setempat dan benar-benar lebih mencerminkan kondisi masyarakat dan lingkungan, sebagai salah satu cara preventif dalam pembangunan baik dalam bidang multisektor, perindustrian, energi dan sumber daya mineral. Seperti Manager Penelitian Ecoton, Daru Setyo katakan, beliau mengkritik dan menolak PT Freeport Indonesia atas pembangunan pabrik peleburan tembaga di Gresik saat proses sosialisasi AMDAL di Gresik. “Kami menolak jika Freeport Indonesia tidak melakukan zero wish. Sebaliknya, Ecoton mendukung jika ada jaminan mengedepankan lingkungan”, katanya (Surya.co.id Gresik, 2015).
2.      Menemukan inovasi teknologi dan efisiensi industri
            Terdapat beberapa inovasi teknologi yang diciptakan untuk teknologi ramah lingkungan. Mulai dari yang bersifat prototipe hingga yang telah diaplikasikan. Sistem pertanian ramah lingkungan misalnya, dikembangkan untuk menjaga kesuburan tanah dan menjaga tanah tidak tercemar akan kandungan kimia berbahaya. Upaya untuk mengembangkan bahan bakar nabati untuk mengurangi ketergantungan akan bahan bakar fosil yang mulai langka dan cenderung menimbulkan polusi.
            Efisiensi industri dilakukan dengan konsep reduce, reuse, recycle dengan maksud agar manusia tidak selalu bergantung pada alam akan penyediaan bahan baku serta memanfaatkan limbah agar tidak menjadi beban lingkungan.
            Inovasi tersebut juga bisa dilaksanakan dalam ranah laboratorium, dengan kata lain penemuan yang diawali dari laboratorium. Berbagai metode dan eksperimen dalam menciptakan media sebagai absorben berbagai limbah yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan telah dilakukan. Seperti halnya arang batok kelapa bisa digunakan sebagai adsorpsi limbah cair industri batik, dengan uji efisiensi removal berkisar 7.5 % -83% (Jannatin, 2010).
            Selain itu, adanya sebuah kerjasama antar negara MEA untuk melestarikan lingkungan sangat diharapkan sekali. Para ahli lingkungan, ilmuwan, pakar geologi misalnya membuat agenda yang dapat mencegah peningkatan polusi dan semacamnya. Baik dari ekosistem air, darat dan udara.
            Seperti yang telah disampaikan Suryo Bambang Sulisto sebagai Ketua Umum Kadin akan adanya wacana pembangunan industri pengolahan limbah yang akan menjadi proyek ASEAN. Karena daripada tiap anggota negara ASEAN membangun fasilitas yang begitu mahal, maka itu lebih baik dibangun yang bisa dimiliki oleh bersama. Wacana pembangunan industri pengolahan limbah tersebut akan menjadi proyek ASEAN. Industri tersebut bisa mengolah bermacam limbah yang berbahaya ataupun tidak sama sekali, serta lebih khusus untuk mengelola limbah yang sulit untuk diproses. Hal tersebut memang masih sebatas usulan yang harus dirundingkan antar ASEAN sesuai dengan ke Kementrian Lingkungan masing-masing negara.
3.      Bertindak sesuai porsi dan proporsi
Ilmuwan tidak hanya berkecimpung dalam hal teoritis. Tapi perlu adanya aplikasi yang berguna bagi masyarakat luas, khususnya dalam menghadapi MEA demi kedaulatan kelestarian lingkungan. Bertindak sesuai porsi dan proporsi adalah dibutuhkan demi terjaganya kekayaan sumber daya alam khususnya Indonesia. Apa yang menjadi tanggung jawab adalah apa yang harus dilaksanakan dan tetap seimbang searah dengan perkembangan zaman. 
 Pemerintah, masyarakat luas dan ilmuwan itu sendiri seharusnya bersama dalam menjaga kelestarian lingkungan. Jika MEA ini menjadi tantangan tersendiri dari segi ekonomi, perdagangan dan kualitas sumber daya manusianya tanpa memikirkan dampak riil yang sebenarnya juga akan terjadi pada lingkungan bumi, maka itu salah besar. Tanpa harus ada postulat MEA sekalipun, kerusakan lingkungan sudah meluas. Industri akan selalu menciptakan polusi tanpa pandang hulu. Ekspoitasi dan aktivitas pertambangan akan semakin memperdalam kerak bumi yang akan mengancam lingkungan hidup manusia.
Hasil Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) tahun 2012 menunjukkan Indeks Perilaku Peduli Lingkungan (IPPL) masih berkisar pada angka 0.57 (dari angka mutlak 1). Ini mengindikasikan masyarakat baru setengah-setengah berperilaku peduli lingkungan. Berbagai program dalam hal pemeliharaan lingkungan seperti halnya penanaman seribu pohon, reboisasi, budaya hijau telah banyak dilakukan, tapi di belahan wilayah lainnya masih banyak yang miris akan kesadaran secara kolektif.
            Jika ilmuwan dalam ranah lingkungan memberikan serupa penyuluhan atau pemberdayaan alam kepada masyarakat luas, maka perlu adanya aksi kontinyu. Pemerintah tidak hanya bergulat bagaimana sumber daya alam dimanfaatkan dan dijadikan investasi demi bisa bersaing dengan negara luar, tapi bagaimana agar ekosistem dan lingkungan tempat tinggalnya sendiri terselamatkan bersinergi dengan kemajuan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Berlomba-lomba dalam sektor perekonomian namun secara laten mengacuhkan nasib lingkungan sebagai sumber kekayaannya sendiri adalah hal yang lucu.
 Jika dibayangkan misalnya, Indonesia mampu bersaing dengan negara ASEAN lainnya baik dari kualitas sumber daya manusia, energi, dan lainnya namun dalam sekejap alam yang tak terbaharukan yang juga adalah aset Indonesia sendiri berkurang dan menyebabkan emisi karbon dan debu semakin mengudara. Sumber daya alam terkuras habis namun tidak berdampak pada kesejahteraan lingkungan dan masyarakat, sebaliknya menimbulkan kesengsaraan masyarakat.

Sebuah Ikhtisar
            Suatu aksioma bahwa MEA akan berdampak besar terhadap geologi lingkungan bumi sekitar menjadi suatu polemik yang mungkin diketahui oleh sebagian orang atau bahkan hanya ahli lingkungan. Namun yang pasti, lingkungan adalah bumi, bumi adalah aset alami sebagai sektor menuju MEA. Jika lingkungan rusak, maka aset MEA berkurang dan Indonesia kehilangan aset untuk bersaing dan berkembang.
            Jangan jadikan MEA sebagai momok bagi keterkungkungan kerusakan lingkungan, tapi bagaimana menjadi masyarakat ilmuwan yang bisa menjadikan MEA yang akrab lingkungan. Sesukses apapun seorang ilmuwan menciptakan suatu metode untuk mengurangi emisi polusi, tanpa masyarakat yang ikut melindungi maka itu tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Sangatlah malu akan negara ASEAN lainnya, jika bumi Indonesia sendiri mengalami distorsi dan menyepelekan kondisi tanah airnya sendiri.



DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, Akhmad. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Afadlal, dkk 2011. Ekonomi Politik Kemitraan ASEAN : Sebuah Potret Kerja Sama. Jakarta : Pustaka Pelajar.
Jannatin, Raditya Derifa, dkk. 2010. Uji Efisiensi Removal Adsorpsi Arang Batok Kelapa untuk Mereduksi Warna dan Permanganat Value dari Limbah Cair Industri Batik. ITS : FTSP – FTI.
Surya.co.id. Gresik. 2015. http://beritajatim.com/peristiwa/248710/suasana_sosia-
lisasi_amdal_freeport_indonesia_hiruk-pikuk.html. Diakses pada 13 April 2016.

Komentar