Berpikir Positif Tanda Mampu





Bisa tidaknya seseorang dalam melakukan suatu hal, bergantung pada sugesti dari dalam dirinya. Kenapa aku bilang begitu? Karena tentunya sudah pernah membuktikan. Terlepas suatu hal tersebut terlaksana dengan baik atau tidak. Berpikir positif karena mampu. Kenapa aku beri judul begitu? Karena tentunya sudah pernah membuktikan. Terlepas kemampuan tersebut ala kadarnya atau sekuat tenaga.
Aku akan menceritakan kejadian-kejadian yang aku jadikan pelajaran berharga dalam membangun hidupku. Ini sih, sebagian kecil saja. Marah, sabar, bingung bahkan kesal hanya untuk mencapai suatu hal dengan baik dikala keadaan yang tidak sesuai dengan harapan.
Pertama. Semalaman tidak tidur untuk memaksimalkan naskah proposal PKM. Hijrah ke kos teman hanya untuk mendapatkan sinyal wifi di kamar agar bisa santai hingga malam. Mungkin tidak tidur semalam adalah hal yang biasa bagi teman-teman, tapi tidak denganku. Penyakitku akan kambuh sewaktu-waktu. Sewaktu pengumuman pelolosan, judul risetku tidak muncul bahkan namaku berada di ketiga di urutan terakhir. Jelas! Aku tidak percaya akan hasilku. Aku yakin, naskahku lumayan bagus yang aku kerjakan dengan maksimal. Aku berusaha berpikir positif, “Sebaiknya aku tanyakan hal ini kembali kepada admin jurusan. Siapa tahu ada kesalahan teknis atau namaku yang tertukar”.
Dengan rasa percaya diri, melaporkan diri kepada pembimbing utama, admin dan sekretaris jurusan. Akhirnya aku mendapatkan kepastian. Sekretaris jurusan memanggilku lalu menyatakan bahwa nilai dan judulku yang tertukar. Alhamdulillah aku lulus PKM.
Kedua. Semester 7 ini, aku pikir akan lebih baiknya jika aku mendaftar sebagai asisten praktikum. Selain berbagi ilmu, melatih kinerja praktikum hal ini juga membuatku menambah pekerjaan positif disaat mata kuliahku hanya 6 pilihan. Bisa dibilang, aku hanya kuliah 4 hari dalam seminggu, atau sekali setiap harinya dalam seminggu. Aku tidak berpikir hal ini akan menyita waktu kuliah, mengerjakan proposal penelitian dan hanya untuk mendapatkan honor dari laboran.
Selang setengah semester berjalan, aku mulai trial praktikum. Tugas kuliah masih berjalan seperti biasanya. Tak ada yang saling mengganggu. Memasuki bulan November dimana aku mulai memaksimalkan pembuatan proposal penelitian (skripsi)ku karena mau tidak mau semester 7 aku harus selesai seminar proposal mengingat waktu penelitianku nantinya yang biasanya lama. Pada minggu pertama November ini, teman tim penelitianku mengajakku mendaftar seminar proposal (sempro) di bulan ini. Aku sendiripun masih belum siap meski naskahku bisa dibilang sudah selesai tahap revisi baik kepada konsultan maupun pembimbing utama.
            Tapi atas rasa positif dan pasrah, semua pasti ada hasilnya. Waktu konsultasi yang selalu bentrok dengan jadwal asisten praktikum dan dimana aku harus preparasi bahan. Mencuri-curi waktu dengan izin kepada praktikan untuk mengantri tanda tangan dosen hingga hasil praktikanku yang gagal serta ditambah wajah dosen pengampu yang tidak mengenakkan pikiran namun akhirnya gagal karena keburu konsultanku yang pulang. Mencari print-an saat berkasku masih ada yang salah antara lantai satu dan dua hingga akhirnya berlari ke depan kampus. Harap-harap cemas ketika hari pertama minggu keempat sudah ada 15 mahasiswa yang sudah mendaftar dimana aku masih belum mendapat tanda tangan konsultan dan kajurku di lampiran. Sudah terlanjur bahagia karena mendapat balasan dari konsultan agar aku mendaftar terlebih dahulu karena takut kehabisan stok meski belum dapat tanda tangan beliau, dengan tinggal menunjukkan chat beliau sebagai bukti kepada admin jurusan. Tapi akhirnya jatuh menangis karena admin jurusan tidak menyetujui, harus ada tanda tangan konsultan sebelum mendaftar dimana konsultanku masih akan sampai ke kampus sekitar jam 9. Pendaftar sudah mulai 25 mahasiswa. Tinggal 5 mahasiswa lagi. Aku mulai berhalusinasi, jika memang waktunya bukan bulan ini, maka bulan depan. Tak apa teman se-timku yang lain lebih dahulu, toh penelitian tiga bulan InsyaAllah cukup, yang penting aku yakin dulu lulus tepat waktu, pikirku. Tiba-tiba air mataku jatuh tanpa diniatkan. Setelah jam 10 aku benar-benar menuliskan namaku di atas lembar pendaftaran.
            Tak ada yang disalahkan dalam hal ini. Aku sibuk sebagai asisten hingga menyita waktu yang seharusnya ku gunakan untuk memaksimalkan proposal? Atau bahkan tidak seharusnya semester tujuh menyibukkan diri karena harus fokus pada proposal? Tidak!. Menurutku itu bukan satu-satunya alasan kuat. Semua kembali kepada kekuatan kita untuk berusaha tanpa menyalahkan keadaan.
            Ketiga. Mungkin ini terlihat sederhana dan biasa. Tapi bagi yang tidak terbiasa ditinggal sendiri, maka bisa menangis atau bahkan kabur dari rumah. Apalagi perempuan. Liburan Idul Adha kemarin aku memilih tidak pulang. Sempat agak tenang karena ada teman kosku yang memang memintaku menemaninya karena dia juga tidak pulang. Rumahnya jauh. Tapi ternyata, temanku pergi di malam takbiran. Entah alasan karena ingin bertemu teman-temannya yang lain, rumah sanak keluarga dan sebagainya. Jadilah aku yang sendirian di kosan. Perutku lapar dikala malam. Sendiri di malam takbiran. Sempurna sudah. Tapi aku tetap tenang, tak usah cengeng gegara hal beginian. Tak usah alay membuat status di facebook karena kesepian. Cukup duduk tenang di atas tempat tidur sambil nyanyian. Selesai. Jika kau membayangkan hal demikian, mungkin kau mengecamku sebagai orang yang termelas sedunia di hari itu. Haha …
            Ini saja dulu tentang oretanku. Sebenarnya ada banyak hal yang ingin aku tulis, yang ingin aku tumpahkan di saat aku hanya bisa curhat dengan kata. Bukan kamu, dia atau mereka. Tulisan ini juga ala kadarnya, apapun akan aku tulis selagi mau. Yang penting, kamu bisa mengambil manfaatnya. J


Komentar