Fanmate

         
Penaly.blogspot.com
 
 Hari ini aku akan bertemu dia. Sebut saja mantan. Satu julukan yang dengan senang hati aku membencinya. Tapi untuk bertemu dengannya, bencikah aku? Aku rasa tidak. Bahkan sebaliknya, perasaan semrawut dan ingin cepat bertemu semakin saja menggebu.
            Aku menunggunya di salah satu cafee. Seorang pelayan kembali pergi setelah aku memutuskan untuk memesan minum makan nanti. Setengah jam, dia belum datang. Mungkin jalan masih macet.
            Oh, tidak!. Itukah dia? Poster tubuh tinggi dengan outfit kemeja putih jaket jins warna gelap. Jam tangan hitam melingkar di pergelangan tangan kirinya serta rambut yang seperti ditata ke belakang. Oh, sorry. Aku bukan pamer fisik, tapi itulah dia apa adanya.
            Dari tempat parkir dia sudah mencari mataku. Ah, slow down. Beberapa saat dia telah menemukanku. Dia berjalan ke arahku. Aku menengguk ludah, siap-siap menyapa.
            “Hai …” sapaku.
            “Hai, juga. Ah … maaf membuatmu menunggu lama” balasnya dengan tersenyum.
            “Santai aja …” senyumku lebih lebar.
            Kami duduk berhadapan. Mata kita bertemu.
***
            Wajahnya terlihat cerah. Rambutnya tergerai oleh udara yang bergerak bebas. Jepit berbentuk bintang lagi-lagi membuatnya lebih manis. Sepertinya permisahan termanis itu kita laksanakan dengan cukup sukses. Tanpa ada benci, marah, dendam dan kesedihan yang mendalam dan seperti dilebih-lebihkan. Aku merindukanmu, Mala.
            “Oh, ya. Gimana kabar?” tanyaku.
            “Baik … hidup lancar-lancar aja. Hehe … kamu gimana?”
            “Oke juga sih. Lancar kok. Heem.” tawaku lebar.
            “Syukur deh. Lagi sibuk apa sekarang?”
            “Ya … seperti biasa. Kuliah, nulis, tidur, makan …”
            “Minum?. Haissh … yaiyalah … “
            Dia menjegatku. Ekspresi kesalnya setengah sempurna sebelum akhirnya berubah menjadi tertawaan lepas.
Astaga, aku lagi lagi merindukanmu, Mala.
***
            Kita berdua memang selalu banyak bicara, tertawa lalu meramaikan suasana hati masing-masing. Entahlah, aku lupa alasan kenapa kita memutuskan hubungan itu. Karena permisahan termanis yang pernah dia berikan untukku. Dan hari ini aku lagi lagi mengagumimu, Dani. Bagaimana sikap ramah dan ceriamu sebagai seorang lelaki yang pernah singgah dalam mimpiku.
Aku merindukanmu, Dani.


            

Komentar