Bedah Cerpen II


Kali ini admin (Obik Andawiya dan Kang Jajad) Bedah Cerpen II akan membagikan hasil diskusi kita mengenai cerpen “BUKAN MAHASISWA SAYA” karya BUDI DARMA. Cerpen bisa dibaca di sini https://lakonhidup.com/2017/08/20/bukan-mahasiswa-saya/ . 
         Melalui forum online via whatsapp yang diselenggarakan pada Kamis, 30 Agustus 2017, kami dan peserta yang ditemani oleh pemateri super duper kak Latif Fianto mengupas struktur cerpen tersebut. Berikut ulasan dari kak Latif;
       “Sebagai sebuah pengantar, ulasan berikut sementara ini dibatasi pada aspek struktur ceroen lebih dulu. Dan mengenai hal-hal lainnya, bisa diatur lebih lanjut secara fleksibel.
       Membaca cerpen dengan judul "Bukan Mahasiswa Saya" ini kita tengah disajikan pada kreativitas tinggi seorang Budi Darma. Bisa saja cerpen ini hanya dimulai dari sebuah malam di mana Penulis sedang minum kopi dan tengah membaca berita internasional. Bukankah hanya sederhana saja? Dan dalam sebuah cerita fiksi segala sesuatu sangat mungkin untuk terjadi.
Tetapi apa pun itu, cerpen ini dimulai dengan abstraksi yang sangat sulit ditebak hendak menjadi bagaimana endingnya. Abstraksi sendiri dalam sebuah cerpen sangat penting untuk memberikan ringkasan atau inti cerita yang akan dikembangkannya menjadi peristiwa yang dialami tokoh imajenatif sang penulis.
Berikut ini merupakan abstraksi yang ditulis oleh Budi Darma.

"SAYA yakin tidak pernah mempunyai mahasiswa bernama Abidin. Karena itu, setelah sekian kali Abidin menghubungi saya melalui HP, disusul SMS, dan akhirnya disusul WA, saya tetap yakin orang yang menamakan diri Abidin ini tidak pernah menjadi mahasiswa saya. Tapi, setelah dia nekat menelepon dengan video call, barulah saya ingat bahwa wajah ini pernah saya kenal entah kapan dan entah di mana."
Setelah bermain dengan abstraksi yang keren itu, kemudian penulis melanjutkannya dengan tahap orientasi, di mana mulai diceritakannya latar berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana yang terjadi dalam peristiwa di dalam cerpen ini.
Bila dibaca lebih lanjut, kita seolah diantarkan pada rangkaian beberapa peristiwa yang sambung menyambung secara kausalitas, dan membacanya kita seolah benar-benar masuk di dalamnya dan mulai mengetahui jalan ceritanya. Inilah yang disebut komplikasi. Rangkaian peristiwa dalam tahap komplikasi yang berisi konflik kemudian diarahkan pada tahapan selanjutnya, menuju tahap penyelesaian. Inilah tahap evaluasi, di mana konflik yang terjadi yang mengarah pada klimaks mulai mendapatkan penyelesaiannya.
Konflik mulai terbangun, misalnya ketika si Abidin bertandang ke surabaya, bercerita tentang pengalamannya ketika diam-diam mengikuti mata kuliah Sastra Dunia, dan konflik itu mencapai puncaknya ketika si Abidin memberikan penilaian terhadap sastra kelas atas yang dibacanya, hingga ia sendiri memberikan penilaian terhadap bagaimana seharusnya sastra yang baik itu. Dan sekaligus bagaimana kuliah2 si tokoh "Aku" berpengaruh bagi dirinya hingga mengantarkan ia mengajar di Stanford University.
Atau misalnya yang terjadi dalam dialog ini:
“Apakah Bapak tahu keadaan Maryam Mirzakhani?”
“Sudah lama dia berjuang melawan kanker,” kata saya.
Dua kejadian itu (konteks di mana Abidin bekerja di Stanford University dan dialog keduanya tentang Maryam Mirzakhani) merupakan solusi yang diterangkan penulis atas konflik yang terjadi dalam cerpen ini. Ketika kita berbicara solusi atas konflik, maka pada titik ini kita telah bicara tahap berikutnya dalam cerpen, yaitu resolusi.
Berikutnya, cerpen ini ditutup dengan begini:
"Malam harinya saya membuka Fox Newslagi, dan dari berita inilah saya tahu bahwa Maryam Mirzakhani, tokoh matematika yang sangat terkemuka, sudah meninggalkan dunia fana."
Paragraf tersebut digunakan oleh penulis sebagai Koda, yang berfungsi untuk menerangkan akhir dari sebuah cerpen. Namun, dalam perspektif lain, koda bisa jadi merupakan nilai atau pelajaran yang bisa diambil dari sebuah teks cerita oleh pembacanya.
Demikian pembacaan terhadap cerpen "Bukan Mahasiswa Saya" ini. Sebuah ending yang sangat mantab dan keren. Salam.”
Latif Fianto
Malang, 31 Agustus 2017

HASIL DISKUSI
      Menulis adalah sebuah keterampilan. Cerpen yang bagus dengan abstraksi yang keren tergantung seberapa sering kita menulis. Membuat pembukaan cerpen agar tidak monoton adalah bagaimana kita bisa melihat sisi lain dari semua konteks atau hal, sisi yg tak pernah terpikirkan oleh manusia kebanyakan. Pembukaan yg diulis Budi Darma sangat sederhana sebenarnya, tetapi yang membuat ia bagus adalah pilihan diksi dan cara merangkainya.
       Menulis juga seperti memahat. Pada satu konteks bagaimana dipahat dengan baik, sampai menghasilkan pahatan terbaik. Jadi jangan sungkan2 untuk mengedit atau merevisi tulisan yang sudah kita hasilkan. Setelah selesai menulis lakukan revisi, koreksi kembali tulisan kita baik dari struktur, penokohohan hingga alur, plot dan sebagainya. Setidaknya lakukan sampai 3 kali koreksi. Finishing touch itu sangat perlu.
       Plot twist yang dimaksud adalah ketika pembaca dibikin pensaran sejak membaca dari paragraf pembuka. Misal, ekspektasi pembaca akan ending dari cerita tersebut ternyata berbeda dengan yang ada di cerpen yang dibaca. Itu tentu tidak lepas dari kejutan yang dibikin oleh penulis. Ketika kita membaca cerpen Budi kali ini misalnya, saat membaca paragraf awal kita tidak tahu bahwa ternyata endingnya bermuara pada wafatnya tokoh matematika terkemuka. Dan cerdasnya Budi, di awal kita semacam telah diberikan clue bahwa cerita tersebut akan mengarah pada ending ttg Maryam. Dan cerita tersebut mudah diterima pembaca. Membuat kejutan dalam sebuah cerita juga tak lepas dari referensi atau cerita2 yang dibaca.
       Di dal cerita ada alur: kronologis atau progresif dan alur regresif atau sorot balik (flash back). Beberapa cerita menggunakan campuran keduanya. Ada yang membuat cerpen paragraf pembukanya dimulai dengan konflik, yang ternyata konflik tersebut merupakan jalan masuk menuju ending dari cerpen tersebut. Tetapi, hampir pasti, cerpen yang menarik selalu diawali dengan konflik yang bagus.
Lebih penting konten atau substansi. Diksi yg indah hanya untuk menarik pembaca. Diksi yang indah sebenarnya tak masalah selama itu cukup relevan dengan konteks yang lagi diceritakan
seorang penulis adalah seorang koki. Untuk membuat konsumen menikmati masakan kita, kita harus memasaknya dengan baik. Untuk menjadik pembaca hanyut ke dalam tulisan kita, kita harus menyajikannya dengan baik. Menulisnya dengan matang dan dengan usaha terbaik. Salah ketik atau ada huruf yang ketelisut memang tidak terlalu berpengaruh fatal pada tulisan, tapi itu jelas sangat berpengaruh pads kenikmatan membaca. Menulis juga bukan hanya soal memindahkan huruf-huruf ke atas kertas untuk menerjemahkan buah imajenasi. Menulis juga berarti menciptakan dan atau melahirkan. Menulis bukan hanya upaya menciptakan sesuatu, tetapi juga harus meniupkan ruh pada setiap kata-kata yang kita tulis. Kita harus meniupkan jiwa pada tulisan kita. Kalau tulisan kita memiliki ruh ata jiwa, pembaca akan terhanyut saat membaca tulisan kita.



Terima kasih dan Semoga Bermanfaat :)

Komentar