Lulus atau Wisuda?

provino-wordpress.com
Jadi ceritanya aku tipe yang lebih nyaman curhat lewat tulisan, karena aku lebih bebas menuangkan semua unek-unek dan perasaan tanpa masih ngatur emtikon di depan mata semua orang. So, this is my deary.

“Yauda la bik. Wisuda periode selanjutnya gak apa-apa, meski itu harus tahun depan. Yang penting lulus dulu. Iya, kan?”
“Udah, gak apa-apa. Yang penting kan jelas kalo udah lulus, tinggal wisuda aja kok”
“Kamu kan gak usah bayar spp lagi habis ini”
“Kamu pasti nanti bakal tau, enaknya lulus tapi wisudanya belakangan”
“Kamu bakal fokus ke yang lain dulu, biar gak dikira pengangguran”
Itu perkataan teman yang bukan teman kuliah.

Sementara teman seperjuangan pada bilang begini,
“Ya wes lah. Mau gimana lagi. Pasrah. Kuota udah segini”
“Aku udah bilang ke orang tuaku, dan mereka bilang aku gak usah mikirin itu. Sabar aja”
“Mungkin ini waktunya aku gak  mikir-mikir lanjutin dulu”
“Yang penting kita usaha dulu” dan bla bla bla.

Senin, 02 oktober 2017 aku baru mulai konsultasi revisi sidang. Alhamdulillah, selasa besoknya semua sudah clear. Just another tanda tangan dari ketua jurusan. But, she was not well. Maka aku menunggu. The next step, aku ngurusin penyerahan naskah. Syukurnya, semua dosen pembimbingku mintanya soft file, jadi aku gak nunggu jilid hard file.

Aku juga buat jurnal dan poster minggu itu juga. Oke, mungkin ini timing-nya nggak tepat. Seharusnya aku udah nyiapin jauh-jauh hari. Problemnya,”aku gak sadar soal ini”. Oke, fine.

Aku nggak design poster langsung berhasil. Baru berhasil ketika pas kedua kalinya. Itupun gak dibikin keren, sederhana aja. Aku udah lelah dan lost konsentrasi.

Aku ke percetakan bolak-balik, cetak poster, ambil hard file naskah yang syarat untuk admin, nyocokin soft dan hard file, hingga aku baru ingat di sore harinya, kalau aku belum makan dari tadi pagi.

Hari jum’atnya, nge-handle semua berkas pendaftaran yudisium sedemikian rupa. Aku ngelakuin semua ini, jalan kaki. Aku ke tempat burning, percetakan, kontrakan temen buat numpang wifi, nginput yudisium online juga jalan kaki. Aku adalah anak ayam yang keren. Aku menghibur diri sendiri. Bahkan ada temanku yang rumahnya di Singosari, dia PP Cuma ngambil file fotonya buat daftar online. Kita daftar bareng jam duaan. Sengaja, karena denger-denger, sore nanti jurusan di luar fakultas kita bakal baru diklik yudisiumnya. Oh, no. Apa-apaan ini.

And the last, aku masuk daftar yudisium dengan nomor 764. Batas kuota adalah 800.
Yang nggak habis pikir adalah, aturan fakultas yang berbeda-beda untuk daftar yudisium ini. Oke, kamu bisa tenang kalau kamu pagi sidang, terus sorenya kamu bakal langsung diinputin buat aftar yudisium. Tapi itu mimpi bagi kami. Saintek.

Aku di sini, nggak mempermasalahkan aturannya. Tapi perasaan teman-teman seperjuangan yang kadang masih ribet dan bahkan selesai sidangpun tapi nggak bisa daftar yudisium hanya karena prosedural ini. Kamu bayangin, kamu ada di posisi kami. Bayangin semeniiit aja. Betapa kecewanya, ya kan.
Karena ternyata, ada (di luar fakultas kami) yang habis wisuda bahkan lembar revisiannyapun belum selesai, jilid hard covernya belum beres, so it’s so enteng sekali aku pikir. Sempat mikir, “Ini nggak adil”. Ini kalau udah nggak bisa berpikir jernih, guys.

Oke ini semacam perasaan kami. Aku mewakili kami. Kami tidak menyalahkan siapa-siapa, karena kami juga tidak bisa berbuat apa-apa kecuali kaminya yang berusaha.

Komentar