Satu Minggu bersama Jokowi-Prabowo

Sumber:kartun.inilah.com

Jadi begini.
Pertama aku bukan dari latar belakang politik. Kedua aku bukan orang yang suka membaca dan berdiskusi dengan bahan politik. Ketiga aku bukan orang yang suka stalk tentang politik. Keempat aku sudah beberapa kali golput dalam pemilihan disebabkan situasi geografis.

 "Meski tidak suka bahas politik, tapi jangan buta politik"

Itu salah satu perkataan temanku saat baru saja kami membahas sejauh mana perkembangan sains dan teknologi jika dibandingkan dengan politik di negeri ini. Perkataan itu seolah menampar dan menyadarkan ku. "Eh, iya ya? Nggak paham soal politik tapi setidaknya tau dikit-dikit lah soal kebijakan atau pemerintahan dan apa yang sedang terjadi di Indonesia ini?" cicitku.

Bermula dari menonton channel youtube Presiden Joko Widodo beberapa hari yang lalu, aku jadi ketagihan. Kegiatan-kegiatan Pak Jokowi, kebersamaannya bersama keluarga dan cucu, pidato-pidato beliau, ekspresi beliau saat turun lapangan, talk show dan acara di stasiun TV sebagai bintang tamu beliau membuatku sangat antusias dan terharu.

Aku juga jadi lebih sering menonton kilas balik tentang Indonesia. Channel diskusi para menteri, media yang kredibel dan update tentang politik, hingga pakar sosiolog dan politikus aku tonton setiap hari. Lambat laun banyak informasi yang aku dapat di sana, pun mengenai bahasa-bahasa dalam perpolitikan aku semakin menambah kosa kata. Bukan hanya di youtube, tetapi instagram juga aku singgahi.

Tak lama setelahnya, beberapa thumbnail dan judul di beranda tentang paslon 1 & 2 bermunculan. Aku sadar, "Oh, ya. Sekarang kan lagi ramai masa kampanye". Lalu aku menontonnya satu per satu. Jangan salah, selain aku menonton video-nya aku juga membaca komentar netizen di bawahnya.

Aku bukan tipe orang yang suka ikut nimbrung dalam perkubuan. Komentar-komentar netizen cukup membuat ku terkejut. Ada banyak nyinyiran, kata-kata kotor, ujaran kebencian, saling menyalahkan tanpa ingin mengakui kebaikan atau kelebihan dari kubu lawan. Tentang Pak Jokowi yang selalu pencitraan, tentang Pak Probowo yang penyebar hoax.

Debat capres dan cawapres pun berlalu. Lagi-lagi aku selalu mengintip media-media dan para pengamat politik atas responnya terhadap hasil debat. Dan, yah. Setiap aku mempersiapkan diri untuk mendengar kesimpulan, lagi-lagi aku menemukan kata-kata kebencian. Sampai akhirnya, hal ini membuatku frustasi. Frekuensi menonton kabar-kabar kampanye-pun aku kurangi. Bagaimana tidak? di sana aku bukan hanya menemukan tempat diskusi, tetapi lebih kepada adu mulut yang argumennya hanya ingin diyakini.

Mungkin bermainku dimedia yang netral tidak terlalu jauh. Aku juga belum pintar dalam mengatur emosi dan bijak dalam merespon sebuah postingan maupun komentar. Yang bisa aku usahakan, hanyalah menfilter asupan-asupan positif dari media dan netizen. Tentunya netizen yang tidak hanya asal omong dan semaunya sendiri.

Hingga saat ini, aku masih belum punya kepercaya-dirian yang tinggi untuk meninjau media tentang perkembangan kampanye lagi. Karena yang selalu aku dengar hanya tentang kabar-kabar negatif dan terkesan menjatuhkan sang lawan. Memang, masyarakat harus melek informasi. Tetapi sangat vital akibatnya, jika masyarakat itu hanya melek informasi tetapi tidak diimbangi dengan sikap dewasa dan pengetahuan bahkan ditambah dengan fanatisme politisasi.

Ini masih tentang komentar-komentar negatif. Ternyata masih ada yang lain. Yaitu agama, isu sosial dan pendidikan. Lebih-lebih yang aku herankan, para orang-orang penting dalam pemerintahan juga ikut andil dalam menyebarkan kebencian. Jika lawan sedang mengadakan acara A, maka postingannya akan mengenai acara A dengan segala hal-hal negatif yang tersirat di dalamnya. Bagaimana hal ini tidak 100 kali mengejutkanku, bahwa sebagai publik figure seharusnya memberikan postingan yang hangat dan damai. Memberi informasi yang positif dan mendinginkan kepala bukan malah memancing emosi lawan dan menjadikannya kontroversial dan ribut dimana-mana.

Aku hanya membayangkan, bagi mereka, teman-teman di sekitar aku terutama, yang senang membahas hal semacam ini, mungkin jiwa dan emosinya sudah dilatih untuk tidak saling membenci. Aku harap mereka dapat menerima dan menyikapi segala asumsi lawan yang diterima dengan bijak dan sehat. Aku harap, orang-orang di sekitarku, yang biasa menjadi tim sukses kampanye maupun bergelut dalam bidang politik, juga tidak ikut menyebarkan kebencian. Tidak hanya memberikan kritik yang pedas tetapi disertai dengan solusi yang cerdas. 

Jadi, ya... kembali ke judul, aku hanya ngepoin kampanye Jokowi-Prabowo selama seminggu. Tidak betah, biar kamu saja.

Komentar