Cara Menulis bagi Pemula

Vlad sketch

Izaz adalah seorang penjaga parkir di suatu rumah makan dekat perbatasan Jl. Adi Sucipto dan Jl. Broto. Izaz bekerja dari pagi hingga malam dengan satu botol air mineral dan bakso Umang di setiap harinya. Izaz tidak merokok tetapi ia menyukai lagu-lagu Iwan Fals.

Karena sering melayani banyak pemilik motor atau mobil, kerap kali Izaz bertegur sapa dengan banyak orang. Izaz selalu tersenyum ramah sehingga memberi kesan nyaman kepada setiap tamu rumah makan tempat ia bekerja. Izaz juga sering menyapa para pelanggan yang mampir sebentar untuk istirahat di tengah perjalanan. Kadang menanyakan mereka dari atau hendak kemana, dalam kepentingan apa, berapa lama, bersama siapa, hingga isu-isu sosial, kriminal, pendidikan dan politik yang aktual.

Namun frekuensi tema yang cukup sering ditanyakan Izaz kepada orang-orang yang ditemuinya itu adalah tentang ini.

"Caranya bisa menulis itu gimana, ya, Pak?" tanya Izaz pada laki-laki paruh baya yang baru saja meneguk habis minuman 'Sprite'-nya.

"Menulis apa, Nak?"

"Menulis apa saja, Pak. Seperti yang ada di koran-koran tiap kali saya baca. Berita, opini, cerpen dan puisi"

Laki-laki paruh baya itu menyipitkan matanya dan membuang tatapannya ke jalanan.

"Kamu harus belajar dulu" jawabnya.

"Belajar-nya bagaimana, Pak?"

"Ya... menulis. Tulis saja apa yang kamu mau tulis. Sudah, ya. Saya pergi dulu"

Jawab Bapak itu lalu menepuk pundak Izaz pelan sebelum ia pergi.

Mungkin jawaban laki-laki paruh baya itu adalah kesekian puluh jawaban yang sama selama Izaz dapatkan. Namun, Izaz masih bingung. Bagaimana caranya ia bisa belajar menulis.

Esoknya, Izaz bertanya lagi kepada seorang pemuda yang sedang duduk santai di depan teras rumah makan.

"Mas, caranya biar bisa menulis bagaimana, ya?"

"Nulis apa, tuh?'

""Nulis... apa aja. Artikel, berita, cerpen, puisi dan lainnya"

"Berarti kamu harus belajar" jawab pemuda itu serius.

"Belajarnya bagaimana?"

"Ya belajar menulis. Nulis apa yang ingin kamu tulis. Sudah, ya Mas. Saya lanjut kerja dulu. Sudah jam kantor" jawab pemuda itu lalu pergi.

Pada hari ke tujuh Izaz meliburkan diri dari pekerjaannya. Hari itu Izaz berada di sebuah gedung kecil dengan dua lantai bersama 10 orang teman barunya. Izaz membawa sebuah buku catatan kecil dan satu pulpen yang baru saja ia beli.

Tepat 10 menit kemudian, seorang instruktur datang memasuki ruangan tempat Izaz berada. Ia berdiri di depan ruangan sambil memasukkan kedua tangannya di saku celana hitamnya.

Dari sang instruktur, Izaz berharap akan mendapatkan petunjuk dari pertanyaan yang selama ini ia ajukan kepada orang-orang. Mungkin instruktur itu nanti akan memberikan sebuah penjabaran teori dan cara lengkap untuk menulis kepadanya.

"Bagaimana caranya bisa menulis ya, Pak?" tanya Izaz kemudian.

"Kunci dari bisa menulis itu ya menulis. Sekarang tulis apa yang ingin kamu tulis. Tidak usah berpikir itu adalah hal yang benar atau tidak. Tidak usah dihapus dan ditulis ulang"

Izaz hanya merengut bingung. Jawaban yang ia dapatkan lagi-lagi sama, bahkan dari seorang instruktur yang katanya ternama pula. Tapi setelahnya Izaz-pun menulis.

Izaz menulis tentang seorang perempuan yang cantik dan baik hati. Tetapi perempuan itu tidak bisa mendengar dan tidak bisa berbicara. Suatu hari perempuan itu secara kebetulan bertemu dengan seekor keong dan jadilah keong itu sebagai hewan peliharaannya. Namun perempuan itu bingung jenis makanan apa yang bisa dimakan oleh keong karena semua makanan yang ada di rumahnya sudah ia berikan namun keong itu tidak memakannya. Perempuan itu berpikir bahwa mungkin keong itu sedang berpuasa. Hari selanjutnya, perempuan itu secara kebetulan bertemu dengan seekor kelinci. Maka jadilah kelinci itu sebagai hewan peliharaannya. Ia memberikan makanan yang ia punya namun kelinci itu pun juga tidak mau. Perempuan itu juga berpikir bahwa mungkin kelinci itu juga berpuasa. Perempuan itu akhirnya menyerah. Ia membiarkan kedua hewan peliharaannya itu tanpa asupan makanan sama sekali.

Karena waktu menulis yang diberikan instruktur sudah habis, akhirnya Izaz berhenti menulis.

"Bagaimana?" tanya instruktur itu.

"Saya... belum bisa memikirkan ending-nya, Pak"

Seperti tulisan ini, aku tidak tahu bagaimana cara mengakhirinya.

Komentar