Pada umumnya ada tiga kecerdasan yang sering menjadi pembahasan setiap
orang. Tiga hal ini dikait-kaitkan dengan kemampuan dan kehidupan seseorang
sehingga menjadi apa, karakter yang bagaimana bahkan sukses tidaknya seseorang
diasumsikan melalui ketiga kecerdasan tersebut ; Intelligence Quotion (IQ),
Emotional Quotion (EQ) dan Spiritual Quotion (SQ) . Sejak kapan sih
sebenarnya ketiga kecerdasan tersebut digempar-gemparkan dan dibicarakan oleh
kaum di dunia ini? . Sejak dulu, manusia mengagung-agungkan kemampuan otak dan
daya nalar (IQ) . Kemampuan berpikir dianggap dewa sehingga kemampuan dan
potensi diri yang lain dianggap inferior dan selalu dimarginalkan. Tak lama
kemudian, Daniel Goleman memperkenalkan teori kecerdasan emosional yang pada
saat itu menjadi trend yang luar biasa. Bermula pada 1990-an Daniel
Goleman terus-menerus mengelaborasikan temuan-temuan mutakhir bidang neurologi
dan psikologi, kemudian memformulasikannya menjadi sesuatu yang dinamakan sebegai
kecerdasan emosional. Dia menjelaskan dalam bukunya Emotional Intellegence
bahwa kecerdasan Emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita
sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri serta dalam
hubungan dengan orang lain. Sejak saat itulah orang beranggapan bahwa
kesuksesan akan dicapai jika ada keseimbangan antara IQ dan EQ.
Lalu bagaimana dengan SQ ? . Tak
lama kemudian ia muncul atas pemikiran sepasang suami istri Danah Zohar dan Ian
Marshall. Mereka menyatakan bahwa secara spesifik Spiritual Quotion merupakan
kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna serta nilai hidup,
menempatkan perilaku dalam konteks makna secara lebih luas dan kaya. Oleh sebab
itulah mereka menganggap bahwa SQ merupakan prasyarat bagi berfungsinya IQ dan
EQ secara efektif. Jika Daniel Goleman melihat bahwa keberhasilan seseorang
tidak ditentukan oleh tinggi-rendahnya IQ seseorang yang bersangkutan, tetapi
bagaimana seseorang tersebut mengelola hubungan antarpersonal secara lebih
bermakna. EQ telah memberikan rasa simpatik, cinta, ketulusan, kejujuran,
kehangatan dan motivasi serta memberikan kesadaran mengenai perasaan milik diri
sendiri dan orang lain. Maka Ian Marshall dan Danah Zohar, dosen Oxford dan
Harvard tersebut membantah dan mengkritik kecerdasan EQ yang dianggap awal mula
mengelaborasi temuan-temuan ilmiah menjadi kecerdasan spiritual dan mereka juga
menolak bahwa SQ dikaitkan dengan agama yang bersifat definif.
Hal itu juga diperkuat dengan riset
yang dikembangkan oleh V.S. Ramachandran pada 1997 yang menemukan adanya God
Spot dalam otak manusia yang merupakan pusat spiritual yang terletak diantara
jaringan saraf dan otak sebagai referensi utama membangun kecerdasan spiritual.
Begitu juga hasil riset yang dilakukan oleh Wolf Singer bahwa adanya proses
saraf dalam otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha mempersatukan dan
memberi makna dalam pengalaman hidup manusia. Bukti ilmiah lainnya, Rodolfo
Llinas pada pertengahan 1990-an tentang kesadaran saat terjaga dan saat tidur
serta ikatan peristiwa-peristiwa kognitif dalam otak telah dapat ditingkatkan
dengan teknologi MEG (Magneto – enchephalograpic) baru yang memungkinkan
diadakannya penelitian menyeluruh atas bidang-bidang elektris otak yang
berosilasi dan bidang-bidang magnetik yang dikaitkan dengannya. Gelombang atau
osilasi 40 Hz terjadi ketika otak tanpa pengaruh rangsangan indriawi sama
sekali bereaksi secara seragam. Reaksi itu dapat terjadi karena ada hubungan
langsung antara talamus dan kulit otak yang tidak dipicu oleh rangsangan indra
artinya berlangung dengan sendirinya yang menurut Danah Zohar, hubungan
intrinsik tersebut adalah basis dari kesadaran manusia.
Pada sutuasi ini SQ dianggap kuat dengan justifikasinya. Ada suatu
pendapat yang menarik, seorang penulis Khalil Khavari menyatakan “ Kecerdasan
Spritual adalah fakultas dari dimensi nonmaterial kita-ruh manusia. Inilah
intan yang belum terasah yang kita semua memilikinya,. Kita harus mengenalinya
seperti apa adanya, menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekad yang besar dan
menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan abadi. Seperti dua bentuk
kecerdasan lainnya, Kecerdasan Spiritual dapat ditingkatkan dan diturunkan.
Akan tetapi, kemampuannya untuk ditingkatkan tampaknya tidak terbatas” .
Jika demikian, ada beberapa manfaat yang pastinya didapatkan dengan
menerapkan SQ . SQ telah “menyalakan”
manusia untuk menjadi apa adanya, menjadi kreatif dan luwes, memberi rasa yang
“dalam” menyangkut perjuangan hidup. Sebagaimana dalam buku M. Quraish Shihab
Dia Ada di Mana-mana bahwa kecerdasan spiritual melahirkan iman yang kukuh dan
rasa kepekaan yang mendalam. Utamanya, tidak diragukan lagi bahwa SQ dapat
memahami kita setiap saat, detik dan desah nafas yang selalu diperhatikan oleh
Allah.
Lalu adakah yang membelenggu akan kecerdasan spiritual itu sendiri? Allah
telah berfiman dalam QS Al-A’raf 7 : 172 . “… Bukankah aku Tuhanmu? “ Lalu ruh
manusia menjawab, “Ya, kami bersaksi … !” . Namun karena manusia banyak yang
terbelenggu maka mereka lalai dari fitrah tersebut. Tentunya melalui pradigma
yang tidak cocok dengan ketepatan lensa, prasangka, prinsip hidup, pengalaman,
kepentingan dan prioritas, sudut pandang, pembanding dan literatur. Tentunya
diharapkan kita meningkatkan kecerdasan spiritual kita dengan merenungi dan
mencoba membuat planning kembali tentang hal-hal yang membuat kita lebih
manusiawi. Ary Ginanjar Agustian mengungkapkan bahwa untuk meningkatkan ESQ
seseorang harus melakukan 1 Ihsan, 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Ketiganya bukan ritual agama semata tetapi
memliki makna yang penting dalam membangun kecerdasan emosi dan spiritual. 1
Ihsan ; Zero Mind Proses merupakan kebebasan hati, 6 Rukun Iman ; Mental
Building yaitu prinsip bintang ( kepercayaan diri), prinsip malaikat (loyalitas
), prinsip kepemimpinan ( mengarahkan hidup), prinsip pembelajaran (kebiasaan
berpikir dan mengevaluasi diri), prinsip masa depan dan prinsip keteraturan (
disiplin) dan 5 Rukun Islam ; penetapan misi (Syahadat), pembangunan karakter
(Shalat), pengendalian diri (Puasa Ramadhan), sinergi ( Zakat), dan langkah total (Haji ).
Dengan demikian, sebenarnya IQ, EQ dan SQ jika seimbang akan menumbuhkan
ilmu yang hebat, loyalitas yang kuat dan mampu menemukan makna dari setiap
dimensi kehidupan. Terfikir pada dunia pendidikan yang sudah berjalan dan
menjadi budaya di Indonesia ini, sekolah maupun tempat pendidikan dikultaskan
bahwa kesuksesan hanya mereka yang berintelektual tinggi. Sudah saatnya sejak
dini membentuk pribadi yang mampu hidup dengan Tuhan. Bagaimana perkembangan
IPTEK (Ilmu pengetahuan dan Teknologi) bersinergi dengan IMTAQ (Iman dan
Taqwa). IQ adalah persoalan logika, EQ persoalan etika dan SQ persoalan
estetika, sedangkan puncak estetika adalah keilahian. Jika ketiga-tiganya
dikembangkan dengan baik, maka akan muncul manusia – manusia yang mengetahui
untuk apa ia diciptakan, apa tujuan hidupnya dan kemana kelak ia akan pergi. IQ
“What I think” , EQ “What I feel” dan SQ “ Who am I” .
Bisa juga baca di buku karangan Drs. H. Abd. Wahab H.S. dan Umiarso, M.Pd.I . Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual.2011.Ar-Ruzz Media : Jogyakarta . ;)
Komentar
Posting Komentar