Di
depan gerbang masuk, gedung rektorat dan belakang kampus UIN Maliki Malang,
telah terpampang spanduk bertuliskan SELAMAT DATANG PARA MAHASISWA BARU 2016,
CALON PEMIMPIN BANGSA. Kata-kata yang memotovasi harus jelas yang harus pertama
dilihat, entah oleh para maba sendiri, para orang tua dan keluarga, mala alias
mahasiswa lama atau hanya satpam kampus yang sedari pagi hingga malam mengatur
jalannya kendaraan.
Hari Rabu, 10 Agustus 2016 kemarin,
para maba telah berbondong-bondong memasuki Ma’had UIN Maliki Malang, rumah
kedua mereka setelah rumah tanah kelahiran mereka sendiri, atau rumah pertama
mereka sebelum satu tahun selanjutnya mereka akan nge-kos, atau bahkan rumah mereka satu-satunya selama
menjadi mahasiswa dan mahasantri pula alias musyrif-musyrifah.
Bagi yang belum pernah menyantri
alias mondok sebelum-sebelumnya, mereka akan sedikit tidak tenang, tidak
terbiasa dengan keadaan jauh dari orang tua atau suasana peraturan Ma’had yang
terlihat padat nantinya. Tapi, bagi yang sudah pernah mondok, insyaAllah akan
nyaman dan biasa-biasa saja. Apalagi hidup di sana kan cuma 1 tahun.
Bersama orang tua entah keduanya
atau salah satunya, saudara dan keluarganya para maba sibuk mencari-cari tempat
untuk membawa koper dan barang miliknya. Antri masuk di gedunng Ma’had
masing-masing, pasti iya. Wajah para maba yang terkadang malu-malu, polos dan
lelah, terkadang para wali mereka yang terlihat bingung jika dimintai proses
validasi, atau bingung berjalan dipinggiran kampus sambil bertanya,”Mbak,
masjid itu dimana ya? Katanya deket SJ?” “Oh, SC maksud bapak? Mmm, jalan
lurus, pak, nanti belok kiri. Nah, itu arah mobil itu yang lagi belok, terus depannya
sudah kelihatan lapangan, nah diujung situ sudah kelihatan masjid dan SC nya”,
saya coba menjawabnya. “Oh, makasih ya mbak” “Iya, sama-sama pak”
Berjalan dari kampus, seketika saya
teringat 3 tahun yang lalu bahwa saya pernah jadi maba. Malahan saya tidak
menyangka bahwa saya akan menjadi mala saat ini. Haha. Bersama Bapak, teman
kecil saya neng Acie’ dan Abanya yang juga guru saya, KH. Syafi’I Anshori kami
berangkat dari desa Guluk-guluk jam 22.00 WIB. Dengan rasa sungkan yang sangat,
saya naik mobil beliau dengan Ra Akeng sebagai sopirnya. Neng Arika dan Ny. Acu
waktu itu juga ikut tapi tidak sampai ke Malang. Dengan orang tua laki-laki,
saya dan bapak, neng Acie’ dan Abanya kami sampai di kampus ini jam 07.00 WIB.
Sementara saya dan neng Acie’ mengurus kamar di Ma’had, bapak dan K. Syafi’I
mengahadiri acara temu wali di gedung SC (Spot Center).
Dan ternyata, Saya bersama Nurul dan
Najiya berada pada gedung Ma’had yang sama namun berbeda kamar, dan Neng Acie’
sendiri yang berbeda. Ketika melihat kamar saya, jika memang ini adalah Ma’had
alias pondok, maka sangat terlihat berbeda dengan pondok saya yang dulu. Yang
ini, setiap anak mendapat satu kasur dan bantal yang empuk. Jika yang lain
masih banyak aturan dan komentar, entah kasurnya kempis atau apek dan
semacamnya mereka masih sibuk complain pada pengurus untuk minta digantikam.
Nah, saya. terlihat santai dan biasa saja. Ada kasur ya Alhamdulillah, tidak
ada ya tidak apa-apa. Di pondok dulu juga tidurnya di karpet kok. Haha, saya
jadi inget jaman mondok di Annuqayah dulu. Sederhana dan tidak bermanja-manja.
Ya karena memang, Bapak saya tidak suka dengan yang manja-manja. Ihhiir :D .
Saya do’akan, semoga maba tahun ini
baik-baik saja. Tidak mengecewakan para sanak keluarga yang mengantarkan mereka
waktu itu. Benar-benar menjadi pemimpin bangsa nantinya, sehingga kata-kata di
spanduk itu bukan hanya sekedar tulisan atau sambutan tertulis dari bapak rektor
untuk mereka. Tapi kata yang akan tertancap dan selalu menjadi jalan semangat
mereka selamanya.
Komentar
Posting Komentar