Stephen Hawking |
Ketika
Albert Einstein berhasil membuktikan persamaan “3 P” nya, Prinsip relativitas,
Perihelion Merkurius dan Prinsip Ekuivalensi sehingga persamaan tersebut mampu
memprediksi pembelokan cahaya sebesar 1,7 detik busur yang melintas dekat
matahari, Einstein menulis sepucuk surat kepada sahabat dekatnya, Paul
Ehrenfest;
“
… Tahun-tahun pencarian kebenaran itu memang hanya bisa saya rasakan sendiri,
sulit diungkapkan dengan kata-kata. Kemauan keras yang dibarengi silih
bergantinya keyakinan dan kesangsian hingga seseorang mampu menemukan
pencerahan hanya dapat dipamahi oleh pelakunya sendiri.”
Stephen Hawking, yang namanya pertama kali saya
dengar bukan dari buku perkuliahan melainkan dari sebuah film berjudul “Theory
of Everything” menggerakkan hati saya untuk menelusuri sejarah hidupnya.
“ … Semua
orang tahu kemalangan Hawking. Itu bermula pada suatu malam di musim semi pada
tahun 1962. Ia mengalami kesulitan ketika mau mengikat tali sepatunya. Ia sadar
ada sesuatu yang tidak beres dengan tubuhnya. Pada tahun itu juga, ia
dinyatakan lulus dengan predikat terbaik di Universitas Oxford, dan diterima
sebagai mahasiswa pascasarjana di Universitas Cambridge. Malang tak ditolak,
ketika itu ia terserang penyakit amytropic lateral sclerosis
(ALS). Penyakit saraf motorik ini tidak bisa disembuhkan dan bisa
membawa kematian. Dokter meramalkan hidupnya tinggal 2 tahun lagi … “
Mungkin ada
keberuntungan dalam dirinya. Penyakit tersebut bukan pada otaknya. Bagaimana
tidak, Hawking merumuskan alam semesta ini berdasarkan teori dan rumus
perhitungan yang ia tuliskan dalam tesisnya. Jika para pesaingnya menulisnya
dengan pena dan kertas, maka tidak dengannya. Ketika itu kondisinya sudah
semakin memburuk, tangannya sudah sulit untuk digerakkan apalagi untuk menulis.
Maka ia hanya bisa membayangkan perhitungannya hanya di kepala. Seluruh
risetnya dilakukan di dalam kepalanya. Sampai suatu malam, muncul inspirasi
bahwa luas permukaan lubang hitam tidak mungkin berkurang. Ia tidak
memerlukan kertas dan pena, apalagi komputer. Gambaran ini ada di kepalanya.
Stephen
Hawking berhasil mendapatkan hampir semua jenis penghargaan yang patut diterima
oleh seorang ilmuwan. Tidaklah
berlebihan jika orang bertanya-tanya, akankah ia menerima penghargaan tertinggi
berupa undangan dari Akademi Sains Stockholm untuk menerima Hadiah Nobel
Fisika.
Terdapat
beberapa kendala. Pertama, penghargaan itu sangat langka dianugerahkan untuk
karya dalam bidang astronomi atau kosmologi dibandingkan fisika murni. Kendala
kedua lebih serius. Alferd Nobel adalah seorang praktisi sejati (popularitasnya
disebabkan atas penemuannya, bahan peledak TNT). Ia mengajukan persyaratan
bahwa temuan teoritis harus dibuktikan dengan eksperimen.
Bagi kosmolog
semacam Hawking, yang laboratoriumnya adalah jagat raya ini, pembuatan
eksperimental mungkin tidak akan pernah terwujud, atau kalaupun ada, bakal
memerlukan waktu beberapa dekade.
Marilah kita
tinjau berbagai temuan teoritis Hawking yang menyebabkannya seharusnya menerima
Hadiah Nobel.
1. Berdasarkan relativitas umum, Hawking dan Penrose berpendapat
bahwa konsep klasik tentang waktu berawal dari singularitas pada saat dentuman
besar. Dengan demikian, alam semesta itu lahir pada suatu waktu tertentu dalam
keadaan yang panas dan mampat.
2. Pada tahun 1974, ia membuktikan bahwa lubang hitam memancarkan
radiasi sebagaimana benda-benda termodinamik lainnya (sekarang dinamakan Radiasi
Hawking). Hal itu disebabkan karena lubang hitam mempunyai suhu
(sebanding dengan gravitasi permukaannya) dan mempunyai entropi (sebanding dengan
luas permukaannya.
3. Bersama Jim Hartle, ia mengajukan Model Tanpa Tepi untuk
permulaan alam semesta yang meramalkan variasi kerapatan massa di dalam
permulaan alam semesta akibat fluktuasi kuantum di ruang hampa.
Sayangnya,
Radiasi Hawking temuannya yang paling penting tampaknya tidak akan
menjadikannya sebagai kandidat penerima hadiah Nobel karena ramalannya itu
tidak mungkin dibuktikan secara eksperimental.
Keberhasilan COBE
dalam mendeteksi singularitas dentuman besar dan fluktuasi kuantum, menggembirakan
Hawking. Namun cerita belum berakhir. Jawaban akhir dari misteri tentang
permulaan an struktur alam semesta bisa jauh lebih rumit.
Komentar
Posting Komentar