Bersama
dengan teman-teman aktivis muda peneleh, aku mengunjungi salah satu coban yang
berada di kawasan kecamatan Jabung, Malang. Agenda yang satu ini merupakan
serangkaian agenda dari Peneleh Youth Volunteer Camp, yang diadakan pada
jum’at – minggu, 9-11 februari 2018 di Balai Desa Sukopuro, Jabung, Malang. Kegiatan
ini tidak lain adalah untuk memperkenalkan Coban Tangkil kepada media dan semua
kalangan yang dimulai dari pemeteaan lokasi.
Coban Tangkil
berada di Desa Pandansari Lor, Jabung, beberapa kilo meter dari Desa Sukopuro.
Jika dari terminal Arjosari, maka harus naik angkot jurusan Tumpang. Untuk benar-benar
sampai ke desa inipun, tak ada akses angkot. Maka naiklah Go-car atau Grab atau
naik motor bersama teman. Akan lebih baik jika kita bersama dengan teman yang
sebelumnya pernah ke sini, kita tidak
akan bisa menggunakan google maps karena tidak terjangkau sinyal. Atau dengan
modal bertanya ke warga sekitar sih, juga sudah cukup.
Ketahuilah,
bahwasanya aku bukanlah seorang petualang atau semacam anak pecinta alam yang
suka berkelana ke hutan-hutan. Bukan juga anak gunung yang suka melewati
rute-rute ekstrem nan menegangkan. Aku hanyalah seorang perempuan yang
mencintai alam dengan tidak membuang sampah sembarangan. Eaak.
Untuk
menuju pintu masuk lokasi coban ini, kita masih melewati jalanan yang tenang
dan aman. Perlu diketahui sebelumnya, bahwa Kecamatan Jabung disebut juga
dengan “Seribu Coban” karena ada banyak sekali coban yang bisa kita temui di
daerah sini. Pintu masuk Coban Tangkil
satu lokasi dengan Coban Jahe 3. Oleh karenanya, kita bisa menuju Coban Tangkil
selepas dari Coban Jahe 3. Coban lainnya juga ada Coban Sari, Coban Wat Watu, dan
Coban Dewi.
Kita
mulai melewati rute menuju lokasi coban sekitar jam 10 pagi menjelang siang. Ada
tiga tour guide yang memandu jalan. Walaupun sebenarnya, mereka tidak
hanya memandu jalan kita agar tidak tersesat, tetapi mereka membantu kita yang
berjumlah sekitar 30-an ini selamat agar tidak jatuh terpeleset dari jalanan
yang terjal dan licin.
Kali
itu musim hujan, jadi rute yang sudah menanjak dan tanah yang sedikit bebatuan
menambah kesan licin semakin mendramatisir. Kita tidak mungkin menggagalkan
misi kita yang satu ini. Tanpa perlengkapan obat-obatan dan dengan modal ‘bismillah’
kita lanjutkan perjalanan.
Bersyukurlah
aku karena aku memakai sandal khusus outdoor yang bisa menahan beban tubuh ini
agar tidak oleng karena tanah yang licin. Padahal sebenarnya, jika aku memakai
sepatu atau sandal jepit seperti teman-temanku yang lain, aku tidak akan berani
melangkah kecuali dibarengi dengan suara jeritan dan rengekan sepanjang
perjalanan. Aku mungkin akan melepas sandal jepit itu agar tidak terpeleset meski
takut kakiku akan terluka karena menginjak tanah yang rimbun akan
ranting-ranting dedaunan di mana-mana. Aku cemen gak sih?
Perjalanan
semakin menegangkan setelah kita berhadapan dengan jalan setapak yang di
bawahnya jurang. Jika tidak licin, mungkin akan terkesan biasa. Tapi, ini
licin. Kalau posisi tubuh tidak seimbang, bagaimana?
Selain
itu, kita menyebrangi sungai sebanyak tiga kali dengan arus yang cukup deras. Kita
menyebrangi jembatan bambu tipis, yang jika kita berjalan di atasnya jembatan
itu akan bergoyang-goyang membuat darah ini berdesir. Sumpah, ini gak alay.
Lahan
tanah berbatu yang terlalu terjal sehingga mirip tebing-pun, kita lewati. Aku merayap
seperti supermen di gedung-gedung yang menjulang tinggi. Aku berpapasan dengan
ulat bulu berukuran besar, salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang aku akan
menjerit spontan ketika berhadapan dengannya. Tapi, ini apa? Aku sama sekali
sudah tidak memikirkan hewan-hewan mengerikan di depanku, kadalpun yang sempat
berhadapan denganku juga ikut kabur.
Perjalanan
menghabiskan waktu sekitar dua jam-an. Dengan hasil, kaki sudah tidak berupa
karena lumpur, celana yang basah karena sungai, baju kotor karena ngesot di
turunan yang licin, haus, lapar, semua ada. Sampai akhirnya, suara deburan air
terjun yang kita buru mulai terdengar. Gerimis air terjun yang sudah hinggap di
sekitar menambah kesan adem dan nyaman.
Coban
Tangkil masih terlihat alami. Pepohonan rimbun yang hijau, sawah-sawah,
sungai-sungai, hutan, tanpa ada spot foto tertentu yang mungkin bisa kita temui
di daerah coban yang lain. Tak ada jalan alternatif lain yang lebih mulus
selain rute yang aku jelaskan di atas.
Bagi
kalian yang suka berwisata, traking dan nge-trip di tempat ekstrem, bisa lah ya
coba ke Coban Tangkil ini. Area yang terjal dan curam mungkin akan menambah
semangatmu tertantang.
Semoga
coban-coban di kecamatan Jabung semakin eksis dengan banyaknya pengunjung dan
menjadi citra wisata yang mengidentitaskan Jabung, Malang.
Salam, Indonesia.
Komentar
Posting Komentar